Seiring dengan
perkembangan zaman, teknologi yang terus berkembang mengikuti kebutuhan pasar
dimana semua orang membutuhkan satu teknologi yang serba praktis, cepat dan
hemat telah memunculkan satu teknologi yang disebut internet. Teknologi
internet ini telah banyak digunakan oleh banyak kalangan, dari anak-anak sampai
orang tua.
Lani Sidharta (1996) menyatakan bahwa internet adalah
suatu bentuk interkoneksi dari sebuah jaringan komputer, dimana dapat
memberikan bentuk layanan informasi secara lengkap. Dijelaskan lagi lebih
lanjut, bahwa internet juga terbukti sebagai rekan maya atau virtual yang
ampuh, yang biasa digunakan dalam media bisnis, politik, dan bahkan untuk
hiburan semata. Walaupun secara fisik internet merupakan suatu bentuk
interkoneksi antar jaringan komputer namun secara umum internet harus dapat
dipandang dan juga dipahami sebagai sebuah sumber daya informasi. Disebutkan
pula oleh Sidharta, bahwa isi dari internet adalah informasi, dimana hampir
semua aspek kehidupan manusia bisa ditemukan dalam bentuk virtual di dalam
internet.
- Fenomena Identitas Diri Melalui Internet
Identitas merupakan sebuah hal yang
penting di dalam suatu masyarakat yang memiliki banyak anggota. Identitas
membuat suatu gambaran mengenai seseorang, melalui; penampilan fisik, ciri ras,
warna kulit, bahasa yang digunakan, penilaian diri, dan faktor persepsi yang
lain, yang semuanya digunakan dalam mengkonstruksi identitas budaya.
Identitas menurut Klap (Berger, 2010: 125)
meliputi segala hal pada seseorang yang dapat menyatakan secara sah dan dapat
dipercaya tentang dirinya sendiri – statusnya, nama, kepribadian, dan masa
lalunya. Identitas diri merupakan susunan gambaran diri
individu sebagai seseorang.
Menurut Michael Hecth dan koleganya (dalam Little
John : 131) pada teori komunikasi tentang identitas, identitas adalah sebuah
penghubung utama antara individu dan masyarakat serta komunikasi merupakan mata
rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas yang ada adalah kode
yang mendefinisikan keanggotan individu dalam komunitas yang beragam. Kode yang
terdiri dari simbol, seperti bentuk pakaian dan kepemilikan dan kata-kata,
seperti deskprisi diri atau benda yang biasanya individu katakan, dan makna yang
individu dan orang lain hubungkan terhadap benda-benda atau atribut-aribut
tersebut.
Maraknya penggunaan internet di berbagai
kalangan menunjukkan peran internet yang sudah merambah di semua aspek kehidupan khususnya dibidang
informasi. Pengunaan internet di kalangan mahasiswa pada kenyataanya lebih
berisiko dari pada orang dewasa menurut psikolog Elizabett Santosa, Selain itu meningkatnya pengguna
status jejaring sosial yang sebagian besar diantaranya adalah remaja, merupakan fenomena yang
berkembang saat ini.
Pembentukan
identitas juga terjadi melalui rangkaian ide-ide yang dimunculkan di internet. Dalam keadaan ini,
pengumuman identitas dipengaruhi oleh karakteristik fisik (misalnya, jenis kelamin, etnis, tarik) dan pengetahuan dengan
latar belakang sosial. Selain itu, atribut pribadi sering mengontrol penempatan identitas. Oleh
karena itu sangat sulit bagi individu untuk mengklaim identitas dan menciptakan
tayangan yang tidak sesuai dengan sifat sifat mereka yang diproyeksikan. Sebaliknya, lingkungan online
memungkinkan individu untuk terlibat dalam
pengaturan terkontrol di mana identitas yang ideal dapat disampaikan.
Setiap
individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan
perilaku yaitu kontrol diri. Sebagai salah satu sifat kepribadian kontrol diri
pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada yang memiliki
kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang
rendah. Adapun tipe-tipe pengguna internet berdasarkan lama waktu yang
digunakan adalah sbb; pengguna berat (heavy users), yaitu individu yang
menggunakan internet selama lebih dari 40 jam/bulan, pengguna sedang (medium
users), yaitu individu yang menggunakan internet 10-40 jam per/bulan, dan
pengguna ringan (light users), yaitu individu yang menggunakan internet tidak
lebih dari 10 jam/bulan. Intensitas
waktu yang tinggi dalam penggunaan internet daripada komunikasi tatap muka
membuat apa yang mereka lakukan di internet itu cenderung ke hedonisme
(lebih mementingkan kehidupan duniawi),
adanya motif gaya hidup yang tinggi dalam menggunakan internet, membuat para pengguna internet
harus mengimbangi para pengguna di
dalamnya. Internet terutama media sosial berubah menjadi ajang untuk
meningkatkan brand images dan ingin menjadi
orang yang highclass.
Bahwa apa yang seseorang posting di internet tidak selalu
menggambarkan keadaan social life
mereka yang sebenarnya. Ketika individu memposting sisi hidupnya yang penuh
kesenangan, tidak jarang kenyataannya dalam hidupnya mereka merasa kesepian.
Manusia sebagai aktor yang kreatif mampu menciptakan berbagai hal, salah
satunya adalah ruang interaksi dunia maya.
Di internet, identitas diri dimaknai beragam dan kadang
berbeda dengan dunia real. Individu yang ingin dimaknai tidak berbeda antara
dunia nyata dan virtual, merasa harus hati-hati saat dia mengkonstruksi dirinya
di internet dan mempertimbangkan nilai dan norma di dunia nyata di dalam dunia
virtualnya. Internet juga dapat menjadi
tempat untuk mengkonstruksi identitas imajinatif dari para pengguna yang
berbeda dengan dunia real. Konstruksi identitas dapat dilakukan melalui beragam
foto yang di upload berupa foto diri, teman, keluarga, tokoh tulisan yang
dibuat / dirujuk / dikomentari, quote yang diambil, link yang diakses, tempat
yang dikunjungi, kegiatan yang dilakukan atau diikuti. Terdapat beraneka ragam karakter simbol untuk mewakili
perasaan atau pikiran individu ketika berhubungan melalui internet.
Individu menggunakan internet
untuk menampilkan citra diri mereka, agar tampil seperti yang mereka harapkan.
Peg Streep, (dalam Jatmika, 2013), menjelaskan bahwa salah satu alasan individu
menggunakan internet adalah untuk menumbuhkan citra. Oleh sebab itu, individu
menjadikan internet sebagai penumbuh citra positif mereka. Individu akan
cenderung memberikan kesan yang baik saat di internet. Mereka berharap orang
lain melihat mereka seperti apa yang mereka harapkan.
Individu akan membuat segala macam cara untuk mempertahankan
eksistensi diri mereka dalam lingkungannya. Individu akan merasakan kebahagiaan
tersendiri ketika orang lain dapat melihat image diri yang mereka bangun di
internet dan akan lebih bahagia lagi ketika ada temannya yang merasa iri dengan
gambaran yang mereka lakukan.
Pembentukan identitas melalui
internet yang dilakukan individu melalui berbagai bentuk, baik menggunakan
bahasa verbal maupun non verbal. Berupa tulisan yang dapat membentuk identitas
seorang pengguna internet. Sebagai contoh melalui nama yang digunakan,
informasi atau isi yang dimuat seperti berbagai tulisan. Penggunaan nama asli
(real name) maupun samaran (sidoname) digunakan dengan berbagai tujuan,
Berbagai motif terkait penggunaan nama samaran tersebut menunjukkan bahwa
individu tidak menyadari bahwa pemakaian nama samaran terkadang memunculkan
polemik tersendiri dalam dunia internet. Banyaknya akun-akun dengan menggunakan
identitas samaran. Tentu masing-masing dari pengelolanya punya maksud
tersendiri dalam menggunakan akun dengan identitas samaran tersebut.
Hasil ini menunjukan adanya keragaman
makna tentang keberadaan internet, yang terungkap adalah internet dapat menjadi sarana untuk
eksistensi diri, menampung pemikiran, melepaskan pikiran, hiburan atau kepuasan, dan membangun
jaringan sosial. Selain itu internet juga
menjadi sarana yang sangat efektif untuk berbagi, publikasi karya,
membentuk komunitas, dan sarana edukasi pemikiran alternatif (kritis). Terkait
kebebasan, internet dimaknai lebih memberikan kebebasan dan melepaskan individu
dari ikatan nilai atau norma budaya, dialogis dan mempertajam pemikiran atau
terbiasa menerima kritik, itu dapat terjadi karena internet dimaknai sebagai
tempat berdebat, berargumen, mempermalukan atau mendapatkan respon atau
apresiasi dari pengguna lain.
- Karakteristik kepribadian pengguna internet
Masyarakat memanfaatkan internet untuk
berinteraksi dengan orang lain, sarana bersosalisasi, membentuk hubungan yang
bertahan lama, dan bahkan dapat berkembang secara nyata di kehidupan sosial.
Ungkapan baik di lingkungan social maupun internet
ini disebut dengan self disclosure, yaitu pengungkapan diri yang
memungkinkan diri sejati seseorang diketahui orang lain (Jourard, 1964). Self
disclosure (pengungkapan diri) merupakan sarana untuk membagi informasi
tentang diri mereka kepada orang lain.
Informasi yang mereka bagikan tersebut terkait dengan identitas diri dan
perasaan serta keadaan yang mereka alami. Selain itu self disclosure dapat
membangun keintiman dalam suatu hubungan yang sudah dibina dengan orang lain.
Menurut Lumsden, self disclosure dapat membantu seseorang berkomunikasi
dengan orang lain, meningkatkan kepercayaan diri serta hubungan menjadi lebih
akrab. Self disclosure juga dapat melepaskan perasaan bersalah dan cemas
(Calhoun dan Acocella, 1990). Tanpa self disclosure, individu
cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada
perkembangan kepribadiannya (dalam Gainau, 2009).
Penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Hamdan
Juwaeni, 2009) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam membuka diri akan
dapat mengungkapkan diri dengan tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive),
lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap
positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya
individu yang kurang mampu membuka diri terbukti tidak mampu menyesuaikan diri,
kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan
tertutup. Atau dengan kata lain individu introvert cenderung sulit untuk
mengungkapkan diri dan sebaliknya individu
yang ekstrovert cenderung mudah untuk memngungkapkan diri. Orang
yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada
mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.
- Internet sebagai sumber kebutuhan informasi dapat membentuk perilaku
Pada dasarnya manusia membutuhkan informasi sebagai
bagian dari tuntutan kehidupannya, penunjang kegiatannya, sekaligus sebagai
pemenuhan kebutuhannya. Krech, Crutchfield, dan Ballachey (dalam Saepudin,
2009) menjelaskan adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah masalah sosial,
seseorang termotivasi untuk mencari pengetahuan, bagaimana caranya agar dapat
memecahkan masalah tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah mencari
tambahan pengetahuan melalui internet. Konsep umum kebutuhan merupakan konsep
psikologis yang mengacu pada kondisi kejiwaan (mental states) atau
perhatian (attention) yang dicurahkan pada sebuah gagasan, dimana
subyektifitas dan motivasi seseorang berperan besar dalam mendorong timbulnya
ekspresi kebutuhan (Wilson, 2000). Merujuk pada pendapat Wilson, kebutuhan
informasi manusia terbagi dalam tiga korteks, yaitu kebutuhan terkait dengan
lingkungan seseorang (person’s environment), peran sosial yang disandang
(social roles), dan karakteristik individu (individual
characteristics) (Godbold, 2006). Senada dengan apa yang diungkapkan oleh
Wilson tersebut, Pirolli dan Card memandang bahwa pada dasarnya setiap manusia
di era inforamsi ini merupakan informavores (Gleeson, 2001). Informavores
merupakan dekripsi dari perilaku infromasi manusia dalam masyarakat modern.
Salah satu kebutuhan terbesar manusia adalah
memenuhi kebutuhan kognitifnya. Wilson mengertikan kebutuhan kognitif (cognitive
need) sebagai “ need to find order and meaning in the environment “
(Eeva-liisa, 1998). Kebutuhan ini berkaitan erat dengan motif seseorang untuk
memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai
lingkungannya. Dalam hal ini, lingkungan memiliki peran besar dalam membentuk
perilaku yang ditunjukan oleh individu. Menurut Pirolli (2005), manusia secara
adaptif membentuk perilaku mereka berdasarkan lingkungan informasinya, demikian
juga sebaliknya lingkungan informasi juga dibentuk oleh manusia. Sehingga,
tidak mengherankan jika alat yang digunakan dalam penemuan informasi masyarakat
banyak diadaptasi dari fluktasi informasi yang terjadi dalam lingkungan
(Gleeson, 2001).
Daftar
Pustaka:
- Novianto, Iik. 2011. Studi deskriptif tentang perilaku penggunaan internet dikalangan mahasiswa perguruan tinggi negeri (FISIP UNAIR) dengan perguruan tinggi swasta (FISIP UPN) untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Perilaku penggunaan internet di kalangan mahasiswa. Surabaya: Universitas Airlangga. hal 12-13.
- Nihayah, Zahrotun, Solicha dan Yuniar Rachdianti. 2011. “Hubungan antara Self Control dengan Intensitas Penggunaan Internet Remaja Akhir”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.
- Putro, Fanny Hendro Aryo. 2018. Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Perilaku Penggunaan Media Sosial dan Identitas Diri di Kalangan Mahasiswa S1 Jurusan Komunikasi Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. hal 946-955.
- A yun, Primada Qurrota. 2015. Fenomena Remaja Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Vol. 3, No. 2:3.
- Riska, Harihanto dan Agustin Nurmanina. 2013. Studi pada Penggunaan Internet Oleh Pelajar SMP N 1 Samarinda. E-Journal Sosiatri – Sosiologi. Samarinda: Universitas Mulawarman. Vol. 1. No. 4:47
- Widiyastuti, Ana. 2016. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Self Disclosure pada Pengguna Facebook. Jakarta: Universitas Esa Unggul. hal 2-4.
Nama : Ditha Permata Puspita
NPM : 12516142
Kelas :